Wednesday 12 April 2017

#UKKI-PPG-V, Tetaplah Mulia

Tags

Tetaplah Mulia

Hasil gambar untuk musim kemarau

Tepat pukul 6.30 pagi, ketika belum lama aku terbangun dari tidur lelapku, mereka berangkat keluar rumah bersama. Mereka kembali ke rumah setelah pukul 13.30 saat aku hendak istirahat setelah lelah bermain. Usiaku masih sangat dini untuk tau ke mana mereka pergi dan apa yang mereka lakukan di luar sana. Tak jarang aku menangis menahan mereka pergi. Saat itu kakek ku selalu menenangkanku dengan kelembutannya. Sering pula aku kegirangan ketika mendapati mereka pulang membawa bingkisan yang isinya cukup menarik.

Suatu siang saat aku bermain bersama kakek, aku bertanya. “Mbah, bapak dan ibu tiap pargi pergi ke mana? Kok lama perginya?”
“Bapak ibu mu pergi ke sekolah, mereka seorang guru.” Jawab beliau.
“Guru? Apa yang mereka lakukan di sana?” Tanyaku penasaran.
“Mereka mengajar anak-anak yang belajar sekolah. Membuat anak-anak menjadi pintar.”
Dari jawaban kakek aku tahu bahwa kedua orang tuaku berprofesi sebagai guru. Bapak seorang guru SMP, beliau mengajar mata pelajaran Bahasa Indinesia. Ibu mengajar di SD.

Semakin bertambah usia, rasa penasaranku terhadap profesi guru semakin bertambah. Pertanyaan sering aku sampaikan pada kedua orang tuaku. Berbagai jawaban aku dapatkan dari mereka. Salah satu penjelasan dari bapak yang selalu aku ingat sampai saat ini adalah bahwa guru adalah profesi atau pekerjaan yang pahalnya banyak. Saat itu aku tak sepenuhnya mengerti apa yang disampaikan bapak. Yang aku tahu, kalau kita punya banyak pahala berarti kita bisa masuk surga, dan surga itu adalah tempat yang menyenangkan. Lalu, apa hubungannya menjadi guru dengan banyak pahala?

Pertanyaan itu aku temukan jawabannya ketika aku telah bersekolah. Tepatnya saat aku duduk di bangku sekolah dasar. Ibu Mukhliati, guru mata pelajaran Agama Islam di sekolahku saat itu menjelaskan bahwa terdapat tiga perkara yang mendatangkan pahala yang tak terputus walau pelakunya sudah meninggal dunia. Salah satu perkara tersebut adalah ilmu yang bermanfaat. Pahala tidak terputus bagi seseorang yang menyampaikan ilmu yang bermanfaat. Beliau juga menjelaskan bahwa dengan menjadi guru kita dapat menyampaikan ilmu yang bermanfaat. Selain itu juga dapat menjadikan anak didik menjadi anak yang pintar, berbakti pada orang tua dan melakukan berbagai kebaikan yang lain. Semua itu dapat mengalirkan pahala yang tak terputus walau guru tersebut telah meninggal dunia dan InsyaAllah akan meringankan jalannya menuju surga. Mulai saat itu aku memiliki cita-cita untu menjadi guru.

Beranjak dewasa informasi yang aku dapat terkait kemuliaan seorang guru semakin banyak. “Sejatinya guru adalah profesi yang dijalani oleh para nabi” Ungkap seorang penceramah di sebuah forum. “Para nabi senantiasa mengajarkan kebaikan pada umatnya.” Akupun menyimpulkan bahwa para guru di zaman sekarang merupakan penerus perjuangan para nabi di zaman dahulu. Para guru meneruskan perjuangan para nabi dalam mengarahkan masyarakat kepada jalan kebaikan.

Sebuah kemuliaan pasti akan diikuti dengan tanggung jawab yang besar, pemikiran tersebut yang aku yakini. Besarnya kemuliaan para guru diikuti pula dengan besarnya tanggung jawab yang mereka pikul. Para guru tidak hanya bertugas menyampaikan ilmu namun juga berkewajiban mendidik para anak didik. Para guru dengan segala karunia yang diberikan Allah pada mereka juga bertanggung jawab pada kebermanfaatan ilmu yang mereka sampaikan. Lebih jauh lagi, mereka pun bertanggung jawab pada baik buruknya kelakuan para anak didik. Mereka dituntut memberikan keteladanan pada anak didik mereka sebagai upaya mengarahkan anak-anak menjadi generasi yang diselimuti kebaikan.

Cukup miris ketika saat ini para pemikul tanggun jawab tersebut tidak menjalankan tugasnya dengan maksimal. Berbagai faktor melatar belakangi. Mulai dari kebutuhan ekonomi dan tuntutan pekerjaan menjadikan mereka lupa untuk mendidik dan memberi keteladanan pada para anak didik. Kecilnya gaji guru di negeri ini dijadikan alasan bagi para guru untuk tidak fokus dalam menjalankan tugas. Mereka harus mencari sumber pendapatan lain demi tercukupi kebutuhan ekonomi. Bahkan tidak sedikit yang menjalankan dengan cara yang tidak halal. Tuntutan prestasi kerja pun menjadi penyebab banyak guru yang hanya mementingkan anak didiknya lulus dengan nilai yang baik, tak peduli bagaimana cara yang meraka lakukan apakah baik atau tidak.

Untuk itu, tepat di HUT Republik Indonesia ke 71 pada tanggal 17 Agustus tahun lalu aku mencoba mengukirkan sebuah catatan yang kumaksudkan sebagai pengingat bagi diri sendiri dan bagi rekan-rekan guru di seluruh pelosok negeri. Pengingat akan mulianya tugas para guru yang harus kita jaga kemuliaannya. Catatan itu berbentuk sebuah puisi yang aku beri judul “Tetaplah Mulia”. Seperti ini puisinya:

Tetaplah Mulia

Matahari, malalui kilaunya
Ia sinari alam semesta
Salurkan energi kehidupan
Bagi seluruh makhluk yang membutuhkan
Bintang-bintang bertaburan
Menghiasi gelapnya langit petang
Ia bimbing para petualang
Menuju arah yang tak mnyesatkan
Rembulan yang selalu mendampingi
Menemani di kala malam sunyi
Selalu sedia untuk memperingati
Para hamba berhati suci
Matahari, bintang dan Rembulan
Diciptakan dengan masing-masing peran
Mengemban amanat jalannya kehidupan
Hingga Sang Pencipta memberhentikan
Wahai kau para guru
Sang Pencipta menciptakanmu
Insan cendekia nan mulia
dengan segala karunia
Kau bukanlah matahari
Kau bukanlah bintang
Kau bukan pula rembulan
Namun engkau selayaknya mereka
Jika matahari menyinari semesta
Kau menyinari siapa saja yang berkenan menerima
Jika bintang menghiasi petang dan membimbing petualang
Kau bimbing para calon petualang hingga hidup ternaungi cahaya terang
Jika bulan menemani dan memperingati hati yang suci
Kau dampingi insan-insan agar tetap suci
Wahai kau para guru
Sang Pencipta menciptakanmu
Insan cendekia nan mulia dengan segala karunia
Tetaplah mulia!

Purwokerto, 17 Agustus 2016

Semoga di kemudian hari para guru semakin baik dalam membimbing anak didik menuju hari penuh kebaikan. Serta semoga nagera ini, dengan usia yang semakin dewasa, dapat menjalankan sistem pendidikan yang lebih membanggakan.

Oleh : Dian Adi Wibowo



EmoticonEmoticon