Sunday 5 March 2017

#UKKI-PPG V-UNY, Manusia Dalam Kenikmatan

Tags

Manusia Dalam Kenikmatan

Setiap detik, disadari atau tidak, manusia menjalani kehidupan dengan berbagai macam kenikmatan dari Allah swt. Tidak pernah sekejap pun, manusia tidak diberi kenikmatan. Mata yang masih bisa melihat, telinga yang masih bisa mendengar, hidung yang masih bisa mencium berbagai macam aroma, kaki yang masih bisa berjalan, mulut yang masih bisa berucap, masih bisa untuk makan dan minum, anggota-anggota tubuh yang masih bisa digerakan, dan masih terlampau banyak lainnya. Kalaupun ada manusia yang tak sempurna secara fisik, tak sempurna fungsi anggota-anggota tubuhnya, selama masih bisa bernafas, selama jantung masih berdetak, sesungguhnya masih adanya nyawa adalah bentuk kenikmatan Allah swt. Kenikmatan di dunia tidak akan pernah berhenti Allah swt. berikan, selama manusia masih hidup di dunia. Dengan demikian bisa diambil kesimpulan bahwa kematian bagi manusia merupakan kondisi dimana telah berakhirnya kenikmatan yang diterima manusia di dunia. 

Kenikmatan di dunia sebagai indikator masih hidup tidaknya manusia di dunia menjadi sunnatulloh sehingga tak mungkin manusia mampu menolaknya. Manusia bisa saja mencoba mengakhiri hidupnya di dunia, namun tetap saja Allah swt. yang memutuskan kapan kenikmatan dunia berakhir bagi setiap manusia. Manusia hanya bisa menerima sunnatulloh tersebut. Akan tetapi, tidak sedikit manusia yang tak menyadari hakikat dari kenikmatan dunia. Manusia yang tidak bertuhan mungkin salah satunya. Manusia yang masih percaya pada Sang Pencipta saja tidak semua meyadarinya. Apapun agama, keyakinan, dan kepercayaannya, ada perbedaan sikap manusia dalam menerima kenikmatan dari Allah swt. Ada yang gembira, ada pula yang sebaliknya. Umumnya manusia jika diberi kenikmatan, dalam bentuk apapun, pasti gembira. Gembira memiliki tubuh yang sehat, gembira mempunyai pekerjaan yang mapan, gembira beristrikan wanita yang cantik, gembira melihat anak-anak tumbuh sehat, gembira mendapat bonus dari atasan, gembira mempunyai harta berlimpah, gembira mempunyai kesempatan berbagi kegembiraan dengan keluarga, sahabat, teman, kenalan, anak-anak yatim, ataupun fakir miskin. Kegembiraan manusia dalam menerima berbagai macam kenikmatan ditunjukkan dengan berbagai macam ekspresi.  
  
Dalam kitab Al Hikam karya Ibnu Atho’illah As-Sakandari diuraikan tentang 3 sikap kegembiraan manusia dalam menerima kenikmatan dunia. Ketiga tingkatan tersebut yang membedakan tingkat keimanan seorang hamba pada Allah swt. Berikut ini penjelasan singkat dari 3 sikap tersebut.

Pertama.
Manusia gembira menerima kenikmatan, namun kegembiraannya hanya sebatas pada bentuk-bentuk kenikmatan yang diperolehnya. Dia melupakan Dzat yang telah memberi kenikmatan. Kegembiraan ini semata-mata karena kelezatan dan kepuasan hawa nafsu. Manusia gembira dengan kenikmatan yang diperoleh, namun tidak ingat Allah swt., melupakan ibadah, bahkan sampai ada yang meniadakan Allah swt. Kegembiraan manusia jenis ini tidak ada bedanya dengan hewan peliharaan. Tidak ada bedanya dengan ayam, kambing, sapi, atau kerbau yang diberi makan, namun tidak peduli dengan pemiliknya yang memberi makan. Hewan peliharaan tidak lebih hanya sekedar menikmati makanan. Manusia jenis pertama ini juga hanya sekedar menikmati kenikmatan saja dan tidak peduli dengan Allah swt. sehingga dia lupa cara bersyukur. 

Kedua.
Manusia gembira menerima kenikmatan dan dia mensyukuri segala kenikmatan tersebut sehingga tidak melupakan Allah swt. Manusia jenis ini adalah manusia yang memang sudah semestinya dalam mengekspresikan kegembiraan atas kenikmatan-kenikmatan yang diperolehnya. Seorang yang dermawan akan membagikan sebagian rezekinya kepada fakir miskin. Orang tua mengadakan syukuran atas prestasi yang diperoleh anaknya. Seorang pemuda menjadi bersemangat ibadah saat memperoleh pekerjaan yang dicita-citakan. Seorang pelajar yang semakin giat belajar saat diterima masuk perguruan tinggi favoritnya. Seorang nenek yang bersedekah atas kelahiran cucu yang dinanti-nantikannya. Contoh-contoh tersebut merupakan ekspresi kegembiraan yang tidak sampai terlena dengan kenikmatan-kenikmatan yang diperolehnya. Mereka tidak semata-mata menikmati kenikmatan hanya karena hawa nafsu, namun ada bentuk syukur yang mengiringinya. 

Ketiga.
Manusia yang hanya gembira dengan Allah swt. Dia melupakan segala kenikmatan yang telah Allah swt. berikan. Dia sibuk beribadah pada Allah swt. sehingga tidak terpengaruh dengan kenikmatan-kenikmatan dunia. Seakan-akan segalanya tak terlihat, kecuali Allah swt. Inilah bentuk kegembiraan atas kenikmatan yang paling tinggi tingkatannya. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu menggapai tingkatan ini. Hanya manusia pilihan yang mampu menunjukkan bentuk kegembiraan jenis ini. Kegembiraan jenis ini sudah tidak lagi menitikberatkan pada bentuk-bentuk kenikmatan yang diperolehnya. Manusia yang mampu mencapai tingkatan ini, diberi kenikmatan dalam bentuk apapun tidak akan menyilaukan matanya. Hatinya sudah terlanjur bahagia dengan Allah swt., namun bukan berarti dia tak sedikitpun menikmati kenikmatan. Allah swt. tetap memberinya kenikmatan, hanya saja bentuk kegembiraan atas kenikmatan tersebut teralihkan pada Dzat yang memberi kenikmatan. Inilah tingkatan bersyukur paling tinggi.
  
Sebagai hamba Allah swt. sudah menjadi kewajiban mensyukuri segala kenikmatan. Bahkan Allah swt. telah mengancam bagi siapapun yang kufur nikmat dengan siksaan yang teramat pedih. Sebaliknya, Allah swt. akan menambah kenikmatan bagi hamba-Nya yang bersyukur atas kenikmatan yang diperolehnya. Cukup dengan mensyukuri segala kenikmatan dengan tidak menolak kenikmatan tersebut, menjadikan manusia menerima segala pemberian Allah swt., termasuk saat diberi kenikmatan berupa sakit. Sakit bagi orang-orang yang terbiasa bersyukur adalah bentuk kasih sayang Allah swt. Berbeda dengan sakit yang dialami orang-orang yang kufur nikmat. Sakit bagi mereka adalah bentuk adzab yang diberikan Allah swt. sebagai balasan atas sikap kufurnya di dunia, belum lagi adzab yang akan mereka peroleh kelak di akhirat. Tidak harus dengan melupakan kenikmatan-kenikmatan yang diberikan Allah swt. untuk menjadi hamba yang dekat pada-Nya. Bentuk syukur atas setiap kenikmatan, apapun bentuknya, juga bisa membuat seorang hamba menjadi lebih dekat dengan Allah swt. Keistiqomahan dalam bersyukur itu yang terpenting sehingga menjadikan manusia tidak kufur nikmat. Akan tetapi, jika seorang hamba mampu menggapai tingkatan tertinggi dalam bersyukur, itulah rahmat dari Allah swt.   

Direkted by: ilyas
Humas media UKKI


EmoticonEmoticon