BELAJAR DARI WAJAH, yuk ingat ulangku Aa'
Menarik sekali
jikalau kita terus menerus belajar tentang fenomena apapun yang terjadi dalam
hiruk-pikuk kehidupan ini. Tidak ada salahnya kalau kita buat semacam target.
Misalnya : hari ini kita belajar tentang wajah. Wajah? Ya, wajah. Karena masalah
wajah bukan hanya masalah bentuknya, tapi yang utama adalah pancaran yang
tersemburat dari si pemilik wajah tersebut.
Ketika pagi
menyingsing, misalnya, tekadkan dalam diri : "Saya ingin tahu wajah yang paling
menenteramkan hati itu seperti apa? Wajah yang paling menggelisahkan itu seperti
bagaimana?" karena pastilah hari ini kita akan banyak bertemu dengan wajah orang
per orang. Ya, karena setiap orang pastilah punya wajah. Wajah irtri, suami,
anak, tetangga, teman sekantor, orang di perjalanan, dan lain sebagainya. Nah,
ketika kita berjumpa dengan siapapun hari ini, marilah kita belajar ilmu tentang
wajah.
Subhanallaah,
pastilah kita akan bertemu dengan beraneka macam bentuk wajah. Dan, tiap wajah
ternyata dampaknya berbeda-beda kepada kita. Ada yang menenteramkan, ada yang
menyejukkan, ada yang menggelikan, ada yang menggelisahkan, dan ada pula yang
menakutkan. Lho, kok menakutkan? Kenapa? Apa yang menakutkan karena bentuk
hidungnya? Tentu saja tidak! Sebab ada yang hidungnya mungil tapi menenteramkan.
Ada yang sorot matanya tajam menghunjam, tapi menyejukkan. Ada yang kulitnya
hitam, tapi penuh wibawa.
Pernah suatu ketika
berjumpa dengan seorang ulama dari Afrika di Masjidil Haram, subhanallaah,
walaupun kulitnya tidak putih, tidak kuning, tetapi ketika memandang wajahnya...
sejuk sekali! Senyumnya begitu tulus meresap ke relung qolbu yang paling dalam.
Sungguh bagai disiram air sejuk menyegarkan di pagi hari. Ada pula seorang ulama
yang tubuhnya mungil, dan diberi karunia kelumpuhan sejak kecil. Namanya Syekh
Ahmad Yassin, pemimpin spiritual gerakan Intifadah, Palestina. Ia tidak punya
daya, duduknya saja di atas kursi roda. Hanya kepalanya saja yang bergerak.
Tapi, saat menatap wajahnya, terpancar kesejukan yang luar biasa. Padahal,
beliau jauh dari ketampanan wajah sebagaimana yang dianggap rupawan dalam versi
manusia. Tapi, ternyata dibalik kelumpuhannya itu beliau memendam ketenteraman
batin yang begitu dahsyat, tergambar saat kita memandang sejuknya pancaran rona
wajahnya.
Nah, saudaraku,
kalau hari ini kita berhasil menemukan struktur wajah seseorang yang
menenteramkan, maka caru tahulah kenapa dia sampai memiliki wajah yang
menenteramkan seperti itu. Tentulah, benar-benar kita akan menaruh hormat.
Betapa senyumannya yang tulus; pancaran wajahnya, nampak ingin sekali ia
membahagiakan siapapun yang menatapnya. Dan sebaliknya, bagaimana kalau kita
menatap wajah lain dengan sifat yang berlawanan; (maaf, bukan bermaksud
meremehkan) ada pula yang wajahnya bengis, struktur katanya ketus, sorot matanya
kejam, senyumannya sinis, dan sikapnya pun tidak ramah. Begitulah, wajah-wajah
dari saudara-saudara kita yang lain, yang belum mendapat ilmu; bengis dan ketus.
Dan ini pun perlu kita pelajari.
Ambillah kelebihan
dari wajah yang menenteramkan, yang menyejukkan tadi menjadi bagian dari wajah
kita, dan buang jauh-jauh raut wajah yang tidak ramah, tidak menenteramkan, dan
yang tidak menyejukkan.
Tidak ada salahnya
jika kita evalusi diri di depan cermin. Tanyalah; raut seperti apakah yang ada
di wajah kita ini? Memang ada diantara hamba-hamba Allah yang bibirnya di desain
agak berat ke bawah. Kadang-kadang menyangkanya dia kurang senyum, sinis, atau
kurang ramah. Subhanallaah, bentuk seperti ini pun karunia Allah yang patut
disyukuri dan bisa jadi ladang amal bagi siapapun yang memilikinya untuk
berusaha senyum ramah lebih maksimal lagi.
Sedangkan bagi
wajah yang untuk seulas senyum itu sudah ada, maka tinggal meningkatkan lagi
kualitas senyum tersebut, yaitu untuk lebih ikhlas lagi. Karena senyum di wajah,
bukan hanya persoalan menyangkut ujung bibir saja, tapi yang utama adalah, ingin
tidak kita membahagiakan orang lain? Ingin tidak kita membuat di sekitar kita
tercahayai? Nabi Muhammad SAW, memberikan perhatian yang luar biasa kepada
setiap orang yang bertemu dengan beliau sehingga orang itu merasa puas. Kenapa
puas? Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW – bila ada orang yang menyapanya –
menganggap orang tersebut adalah orang yang paling utama di hadapan beliau.
Sesuai kadar kemampuannya.
Walhasil, ketika
Nabi SAW berbincang dengan siapapun, maka orang yang diajak berbincang ini
senantiasa menjadi curahan perhatian. Tak heran bila cara memandang, cara
bersikap, ternyata menjadi atribut kemuliaan yang beliau contohkan. Dan itu
ternyata berpengaruh besar terhadap sikap dan perasaan orang yang diajak
bicara.
Adapun
kemuramdurjaan, ketidakenakkan, kegelisahan itu muncul ternyata diantara akibta
kita belum menganggap orang yang ada dihadapan kita orang yang paling utama.
Makanya, terkadang kita melihat seseorang itu hanya separuh mata, berbicara
hanya separuh perhatian. Misalnya, ketika ada seseorang yang datang menghampiri,
kita sapa orang itu sambil baca koran. Padahal, kalau kita sudah tidak
mengutamakan orang lain, maka curahan kata-kata, cara memandang, cara bersikap,
itu tidak akan punya daya sentuh. Tidak punya daya pancar yang kuat.
Orang karena itu,
marilah kita berlatih diri meneliti wajah, tentu saja bukan maksud untuk
meremehkan. Tapi, mengambil tauladan wajah yang baik, menghindari yang tidak
baiknya, dan cari kuncinya kenapa sampai seperti itu? Lalu praktekkan dalam
perilaku kita sehari-hari. Selain itu belajarlah untuk mengutamakan orang
lain!
Mudah-mudahan kita
dapat mengutamakan orang lain di hadapan kita, walaupun hanya beberapa menit,
walaupun hanya beberapa detik, subhanallaah.
oleh. Aa Gym Nastiar
EmoticonEmoticon